Pacaran atau tidak : Bersyukur atau berkabung

IMG-20130921-02826Saat makan malam beberapi hari yang lalu, hapeku bergetar dan aku buka bbm yang masuk. Satu dua gambar terlihar dilayar hape. Aku buka satu persatu gambar tersebut dan masyaAlloh terlihat seorang bayi mungil tak memiliki anus dan terdapat selang disekujur tubuhnya. Otakku langsung cepat merespon pertanyaan-pertanyaan mengenainya. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi dengan orangtuanya? Bagaimana perasaan keluarga mereka?

Aku langsung membalas bbm tersebut dan menanyakan apa yang terjadi. Temanku itu menjawab si Ibu bayi tersebut berusia 16tahun dan berencana menggugurkan kandungannya namun gagal hingga berusia 9 bulan. Loh kok digugurin?Masih muda pula, wah jangan-jangan dia nakal, batinku suudzon. Masih mendapat balasan dari beliau, si Ibu dulunya sudah sering menggugurkan kandungan sebelum kandungan yang satu ini.

Tuh kan benar, batinku.

Otakku mulai berjalan. Kenapa Allah menciptakan bayi mungil tersebut. Terlalu sakit untuk dilaluinya dengan selang ada dimana-mana bahkan bisa dikatakan ini tidak wajar. Belum berdosa bayi tersebut namun sudah menanggung beban berat, dengan taruhan nyawa antara hidup dan mati.

Apakah ini yang disebut layu sebelum berkembang?

Sering menggugurkan kandungan tanpa alasan medis bisa dikatakan sebagai perempuan nakal. Bagaimana tidak? Ia belum memiliki suami tetapi sudah hamil, tidak hanya 1 kali hamil tapi berkali-kali. Geleng-geleng kepala.

Kondisi bayi yang menyakitkan dan si Ibu yang –yah begitulah- mungkin ini yang disebut “Jika Tuhan sudah berbicara”. Allah mengingatkan langsung pada umatnya, lewat keluarga tersebut dan kita hanya sebagai penonton dapat mengambil hikmahnya.

Beberapa hari kemudian, aku mendapat kabar si bayi itu meninggal dunia. Meninggalkan semua kesakitannya, dan tersenyum menghadap sang Khaliq. Sungguh super duper baiknya Allah, masih saja menolong hamba-Nya kelak di akhir, menyelamatkan ibundanya dengan bayi yang belum berdosa ini. Iya kan?

Cerita lain.

Banyak muda-mudi sekarang yang tidak setuju menikah muda. Banyak kepala banyak pendapat. Belum bekerjalah, emosi masih labil, gampang bercerai, memang menikah itu mudah?, mau diikasih makan apa nanti istri anak?, masih mau mengejar karier, belum mau dikekang, belum mau punya tanggungan. Dan banyak alasan lain.

Banyak muda-mudi yang tidak pacaran tapi kelakuan mereka, masyaAllah, mengumbar dimana-mana, lakilaki maupun perempuang saling berganti kepuasan tanpa ada ikatan. Banyak pula muda-mudi yang pacaran kelakuan mereka seperti superstar di kampung dongeng. Memiliki sejuta alasan untuk anggap remeh ikatan suci dari Allah live.

Dan hello,

Mereka bisa se-negatif-nya berpikiran tentang nikah muda. Tapi lihat kelakuan mereka. Berasa dunia milik berdua, tingkah suami istri, tapi status masih tidak jelas dan belum berlabel. Berani berbuat tapi tidak mau bertanggung jawab.

Mereka bisa berbuat semau mereka, kapan dan dimana saja. Tapi ditanya soal nikah muda, mereka mlipir, banyak alasan ini itu. Tingkah suami-istri, tapi tiak mau terikat janji suci? Ironis sekali.

Bukankah lebih baik bersertifikat halal? Di ridloi-Nya, menambah saudara, melancarkan rejeki baik dari segi financial atau yang lainnya, dengan syarat tertentu pula, kata Ibu ku.  Kata beliau, semua urusan keluarga mau baik maupun buruk, tergantung darimana kita menjalaninya. Menjalani bagaimana? Bagaimana shalat kamu, sudah benar belum? Bagaimana silaturahim kamu? Bagaimana sedekah kamu? Jangan mau enaknya saja, lupa Dia, sama saja bohong, pantas saja semua ke-negatif-an menikah muda yang kalian utarakan itu benar, alias terkabul.

Oh, begitu ya. Benar juga kata ibu. Tergantung kita berbuat.

Bukan suatu kebanggaan di masa depan,, ia mampu menaklukkan banyak muda-mudi. Bukan pula ajang bergengsi yang mampu menundukkan masa depan. Seberapa manis, seberapa hebat, aku kamu kita mereka melakukannya, its nothing.

Kalau memang belum siap lahir batin, entah itu yang punya pacar atau tidak, jauhinlah itu namanya “si dia seperti suami/istri ku”.

Dan.

Kalian boleh mencibir, menganggap remeh ini semua. Kalian boleh berpikir, aku yang menulis ini, masih bau kencur, belum banyak makan garam, atau entah apalah namanya.

1 Comment (+add yours?)

  1. Trackback: Pacaran atau tidak : Bersyukur atau berkabung | astitidisini

Leave a comment